Kamis, 30 Oktober 2014

AFTA

Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (AFTA) 

  Kerjasama ekonomi regional diperkirakan akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan ekonomi internasional. Menguatnya ratifikasi hubungan kerjasama  antar negara satu kawasan menandakan tengah berlangsung suatu pola yang menghendaki amutualisme dalam interaksinya.


Sebut saja seperti NAFTA (North Atlantic Free Trade Agreement), EU (Europe Union), LAFTA (Latin America  Free Trade Association), ACC (Arab Cooperation Council) dan AFTA (ASEAN Free Trade Area).

Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area, AFTA) adalah sebuah persetujuan oleh ASEAN mengenai sektor produksi lokal di seluruh negara ASEAN.


Globalisasi memberikan tantangan tersendiri atas diletakkannya ekonomi (economy community) sebagai salah satu pilar berdirinya ASEAN  bersama keamanan (security community) dan sosio-budaya (culture-socio community). Ekonomi dipandang sebagai sektor yang mampu membangun integritas dan kemajuan negara anggota ASEAN dengan mengikatkan diri pada sebuah identitas bersama – identitas ASEAN. Semakin mendesaknya pengembangan kerjasama ekonomi ASEAN mulai dirasakan pada tahun 1992 yang semakin mendorong pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas (ASEAN Free Trade Area) dengan menitik beratkan pada sektor produksi lokal di seluruh negara ASEAN. 
ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta  serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya. AFTA dibentuk pada waktu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992
Awalnya AFTA ditargetkan ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia akan dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002. Skema Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area (CEPT-AFTA) merupakan suatu skema untuk 1 mewujudkan AFTA melalui: penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan kwantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya.Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015.
Ketika persetujuan AFTA ditandatangani resmi, ASEAN memiliki enam anggota, yaitu, Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Vietnam bergabung pada 1995, Laos dan Myanmar pada 1997 dan Kamboja pada 1999. AFTA sekarang terdiri dari sepuluh negara ASEAN. Keempat pendatang baru tersebut dibutuhkan untuk menandatangani persetujuan AFTA untuk bergabung ke dalam ASEAN, namun diberi kelonggaran waktu untuk memenuhi kewajiban penurunan tarif AFTA.
Pada 1 Januari 2003, ASEAN akan menerapkan perdagangan bebas dalam skenario ASEAN Free Trade Area. AFTA 2003 didesain untuk optimalisasi kerja sama ekonomi antarnegara di Asia Tenggara. Secara kuantitatif ASEAN yang berpenduduk kurang-lebih 500 juta adalah pasar potensial.
Dalam perjalanannya, ada beberapa negara  yang menyusul  menjadi anggota ASEAN yang secara otomatis masuk dalam keanggotaan AFTA, diantaranya adalah Vietnam yang bergabung  pada tahun 1995 disusul oleh Laos dan Myanmar dua tahun kemudian serta Kamboja pada tahun 1999.
Tujuan AFTA:
  1. menjadikan kawasan ASEAN sebagai tempat produksi yang kompetitif sehingga produk ASEAN memiliki daya saing kuat di pasar global (melalui penghapusan bea dan halangan non-bea dalam ASEAN)
  2. menarik lebih banyak Foreign Direct Investment (FDI).
  3. meningkatkan perdagangan antar negara anggota ASEAN (intra-ASEAN Trade).
Indonesia dan Perdagangan Bebas ASEAN
Era globalisasi saat ini merupakan  momentum yang strategis bagi bangsa Indonesia melakukan upaya untuk mensiasati perdagangan bebas dengan anti dumping dan kebijakan non tarif lainnya serta melaksanakan kebijakan tarif yang yang pro perusahaan skala UKM (Usaha Kecil Menengah) dan memperhatikan penyerapan tenaga kerja di dalam negeri.
‘Nasionalisme dalam Perdagangan Bebas’ adalah tema yang diangkat pada Rakornas KADIN 2008. Memantapkan langkah Indonesia untuk semakin percaya diri dengan perdagangan bebas dan konsisten dengan nasionalisme. Butir-butir pemikiran sebagai arahan kerja perdaganganpun memuat hal ini. Indonesia  berada pada barisan optimis bahwa mampu memanfaatkan peluang keuntungan perdagangan bebas dengan upaya empowerment produk domestik dan encourage perusahaan Indonesia agar dapat bersaing di pasar domestik dan global. Dukungan atas orientasi Indoenesia dalam pengembangan perdagangan bebas  ini tercantum dalam visi dan misi ASEAN Economic Communiuty dinas perdagangan republik indonesia yaitu :
  1. Memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan dan investasi diantara para Pihak; Meliberalisasikan secara progresif dan meningkatkan perdagangan barang dan jasa serta menciptakan suatu rezim investasi yang transparan, liberal dan mudah; 
  2. Menggali bidang-bidang baru dan langkah-langkah pengembangan yang tepat untuk kerjasama ekonomi yang lebih erat diantara para Pihak; dan 
  3. Memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dari negara-egara Anggota ASEAN yang baru, dan menjembatani perbedaan pembangunan diantara para Pihak.
Kepercayaan diri Indonesia melalui kebijakan-kebijakan yang pro terhadap kerjasama ekonomi ASEAN tersebut didasrkan pada sejumlah potensi Indonesia yang dapat menunjang kepentingan ekonomi Indonesia. Diantaranya, dengan Jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar dan sebagai negara kepulauan yang sangat luas menjadikan Indonesia sebagai pasar yang sangat besar dan potensial bagi produk-produk dalam dan luar negeri. Indonesia juga dikenal sebagai negara pengekspor berbagai bahan mentah, barang jadi maupun barang konsumsi ke mancanegara. Selain itu,faktor rentang geografis wilayah Indonesia yang sangat luas dan terdiri dari ribuan pulau, sehingga faktor distribusi dan perdagangan dalam negeri menjadi sangat penting, disamping itu aspek perdagangan internasional juga perlu mendapat perhatian utama sebagai penghasil devisa.
Memperhatikan keanggotaan Indonesia pada pasar bebas di ASEAN merupakan momentum yang tepat. Restrukturisasi arah dan kebijakan perekonomian dengan bertumpu pada pasar dalam negeri dan potensi sumber daya alam nasional untuk menjawab tantangan global dapat dijalankan. Indonesia tidak boleh kehilangan momentum untuk bangkit ke pentas perekonomian dunia sebagai salah satu negara yang layak untuk diperhitungkan.

Manfaat dan Tantangan AFTA bagi Indonesia
Manfaat :
  1. Peluang pasar yang semakin besar dan luas bagi produk Indonesia, dengan penduduk sebesar ± 500 juta dan tingkat pendapatan masyarakat yang beragam;
  2. Biaya produksi yang semakin rendah dan pasti bagi pengusaha/produsen Indonesia yang sebelumnya membutuhkan barang modal dan bahan baku/penolong dari negara anggota ASEAN lainnya dan termasuk biaya pemasaran;
  3. Pilihan konsumen atas jenis/ragam produk yang tersedia di pasar domestik semakin banyak dengan tingkat harga dan mutu tertentu;
  4. Kerjasama dalam menjalankan bisnis semakin terbuka dengan beraliansi dengan pelaku bisnis di negara anggota ASEAN lainnya.
Tantangan :
Pengusaha/produsen Indonesia dituntut terus menerus dapat meningkatkan kemampuan dalam menjalankan bisnis secara profesional guna dapat memenangkan kompetisi dari produk yang berasal dari negara anggota ASEAN lainnya baik dalam memanfaatkan peluang pasar domestik maupun pasar negara anggota ASEAN lainnya.
Jangka Waktu Realisasi AFTA

KTT ASEAN ke-9 tanggal 7-8 Oktober 2003 di Bali, dimana enam negara anggota ASEAN Original Signatories of CEPT AFTA yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura dan Thailand, sepakat untuk mencapai target bea masuk dengan tingkat tarif 0% minimal 60% dari Inclusion List (IL) tahun 2003; bea masuk dengan tingkat tarif 0% minimal 80% dari Inclusion List (IL) tahun 2007; dan pada tahun 2010 seluruh tarif bea masuk dengan tingkat tarif 0% harus sudah 100% untuk anggota ASEAN yang baru, tarif 0% tahun 2006 untuk Vietnam, tahun 2008 untuk Laos dan Myanmar dan tahun 2010 untuk Cambodja.
  • Tahun 2000 : Menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 85% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL).
  • Tahun 2001 : Menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 90% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL).
  • Tahun 2002 : Menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 100% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL), dengan fleksibilitas.
  • Tahun 2003 : Menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 100% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL), tanpa fleksibilitas.
Untuk ASEAN-4 (Vietnam, Laos, Myanmar dan Cambodja) realisasi AFTA dilakukan berbeda yaitu :
  • Vietnam tahun 2006 (masuk ASEAN tanggal 28 Juli 1995).
  • Laos dan Myanmar tahun 2008 (masuk ASEAN tanggal 23 Juli 1997).
  • Cambodja tahun 2010 (masuk ASEAN tanggal 30 April 1999). 
 Sumber disini

0 komentar:

Posting Komentar