Selasa, 25 November 2014

Gadis yang Sama


“Kau mencintainya?” tanya Fahmi pada Andi, sahabatnya itu. Gerak-gerik sahabatnya memang tidak salah lagi menunjukkan perasaan yang spesial pada seorang gadis cantik di kelasnya.
Fahmi penasaran jawaban apa yang akan dilontarkan sahabat terbaiknya. Dengan tatapan gugup ia menunggu kata-kata yang keluar dari mulut Andi.
Bola matanya berputar-putar. Sesekali ia merasa sulit bernafas. Meskipun ia tahu jawaban apa yang akan ia dengar, namun ia sangat mengharapkan kata “tidak” keluar dari mulut Andi sebagai jawabannya. Jelas Fahmi berharap seperti itu, karena ia mencintai gadis yang dimaksud.
“Iya,” jawab Andi.
Satu kata yang merupakan jawaban yang sangat tidak diinginkan. Namun Fahmi berusaha menyembunyikan semua perasaannya. Bagaimana mungkin ia harus bersaing dengan sahabat baiknya untuk yang kedua kalinya.
Dahulu memang mereka sempat bersaing secara tidak sengaja. Hal ini dikarenakan mereka tidak saling terbuka satu sama lain tentang masalah cewek. Dan Fahmi memang sosok laki-laki yang pandai menyembunyikan perasaan. Fahmi tidak tahu bahwa gadis yang dicintai Andi adalah gadis pujaannya. Dan gadis itu lebih memilih Andi. Fahmi berusaha membunuh semua perasaan pada gadis itu. Itu memang sangat menyakitkan, namun bagi Fahmi apapun yang membuat sahabatnya bahagia, maka ia ikut bahagia. Setelah Andi tahu semuanya, ia tidak tega melihat keadaan ini. Andi memilih mundur. Andi lebih mempertahankan persahabatannya dengan Fahmi.
Saat ini Fahmi tak ingin hal itu terjadi lagi. Ia hanya diam. Otaknya terus berfikir. Bagaimana ini bisa terjadi? Kenapa selalu gadis yang sama? Fahmi merasa lebih baik ia mundur dari pada ia harus menerima kenyataan gadis itu lebih memilih Andi. Fahmi sadar Andi jauh lebih keren dan memiliki banyak penggemar di sekolah dari berbagai angkatan. Dan lebih baik ia cepat-cepat mundur sebelum Andi tahu perasaannya pada gadis itu. Fahmi tidak mau Andi meninggalkan seorang gadis lagi karenanya.
“Memangnya kenapa?” tanya Andi. Fahmi tidak menjawab. “Oiya katanya kau juga lagi jatuh cinta? Siapa gadis itu?” tanya Andi lagi dan berhasil membangunkan Fahmi dari lamunannya.
Fahmi terbelalak. Ia bingung harus menjawab apa. Tak bisa terbayangkan apa yang terjadi jika Andi tahu bahwa ia mencintai gadis yang sama. “Oh, tidak. Aku hanya bercanda tentang hal itu. Aku tidak sedang jatuh cinta,” Fahmi berbohong.
“Hey, tuh dia lewat. Kejarlah cintamu!” kata Fahmi tersenyum palsu menutupi kesedihannya.
“Aku belum siap,” jawab Andi singkat.
“Kalau nunggu siap memang kapan siapnya? Sudahlah sana. Lebih cepat lebih baik. Ayolah nanti keburu diambil orang loh,” kata Fahmi memberi semangat kepada Andi. Dan ia masih bersembunyi dibalik senyum palsu.
Fahmi masih duduk di bangku taman sekolah, sedangkan Andi berjalan menuju gadis itu. Rasanya sakit ketika ia melihat punggung laki-laki itu menjauhinya dan mendekati gadis yang ia cintai. Namun rasanya lebih sakit jika ia membiarkan Andi meninggalkan gadis itu karenanya.
Dari tempat duduknya yang ia tempati sekarang, Fahmi masih dapat melihat Andi dan gadis itu berbincang-bincang. Namun tentu saja tidak dapat mendengar apa yang mereka bincangkan.
Tak sampai 5 menit Andi kembali ke tempat semula mendekati Fahmi. Fahmi bingung apa yang sebenarnya terjadi. Apa yang gadis itu katakan pada Andi?
“Kenapa sob?” tanya Fahmi.
“Aku ditolak,” jawab Andi dengan murung. Tak ada sedikit pun senyuman yang terbentuk dari bibirnya. Lalu ia duduk di sebelah Fahmi. Ia mendesah dan menarik nafas panjang. Tapi ia sadar inilah resiko jatuh cinta.
Di sisi lain Fahmi masih merasa bingung. Tidak mungkin ada gadis yang menolak Andi. Sebagian besar wanita di sekolah ini mungkin sangat mengharapkan Andi. Pasti Andi bercanda. “Kamu bercanda ya?” Fahmi melontarkan pertanyaan yang ada benaknya.
“Hey, kau bisa lihat wajahku kan? Apa tampang seperti ini menunjukkan aku sedang bercanda?” Andi menatap Fahmi dengan telunjuk menunjuk wajahnya sendiri.
“Ya mungkin saja. Bisa saja kau ini lagi akting. Mana mungkin ada cewek yang menolakmu.”
“Sudahlah, terserah kau percaya atau tidak. Aku sedang tidak ingin bercanda. Aku ke kelas dulu.”
Sepertinya Andi sungguh-sungguh dengan kata-katanya. Tapi ini benar-benar aneh. Tak ada cara lain Fahmi harus mendekati gadis itu yang masih duduk 5 meter ke arah utara dari tempat duduknya. Tidak, bukan untuk menyatakan cinta. Melainkan hanya ingin menanyakan kebenaran yang terjadi.
Hanya beberapa langkah Fahmi mendekati gadis itu dan segera duduk di sampingnya. Gadis itu menyambutnya dengan senyuman yang teramat manis dan mampu meluluhkan hati Fahmi. Fahmi merasa sangat gugup. Ia bisa merasakan debaran jantung yang dua kali lebih cepat dari biasanya. Dan ia bisa merasakan bahwa ia sulit bernafas.
“Hai Elisa,” sapa Fahmi datar.
“Hai Fahmi, ada apa?” Elisa membalas ramah.
Fahmi mulai salting. Ia bingung kalimat apa yang pantas untuk mengawali percakapan dengan gadis pujaannya. Senyuman itu masih menghiasi wajah Elisa. Senyuman manis yang mampu membuat suasana lebih indah. Dan inilah hal terbesar yang membuat Fahmi merasa sangat gugup.
“Apa yang Andi bicarakan denganmu tadi?” tanya Fahmi membuka percakapan dengan sangat gugup.
“Sepertinya kau sudah tahu,” jawab Elisa tanpa melupakan senyumannya.
“Lalu mengapa engkau menolaknya?” tanya Fahmi heran. Inilah pertanyaan yang sangat ingin ia tanyakan.
“Untuk apa aku menerimanya sedangkan hatiku tidak kepadanya?” Elisa begitu santai menjawab pertanyaan Fahmi. Tanpa menoleh ke arah Fahmi ia berkata lagi “Bukankah cinta memang tidak bisa dipaksakan? Dan jika itu terjadi maka akan menyakitkan orang yang mencintai kita.”
“Tapi kenapa kau tidak mencintai Andi? Dia itu idola di sekolah.” Fahmi masih heran. Entah perasaan apa yang kini ia rasakan. Antara senang dan bingung. Senang karena dia masih memiliki kesempatan untuk mendapatkan Elisa. Tapi walau bagaimana pun ia tak ingin melihat sahabatnya sedih. Terlebih lagi karenanya.
“Idola di sekolah bukan berarti dia tidak mungkin ditolak, idola di sekolah juga belum tentu idola di hatiku,” Elisa tersenyum dan menoleh sejenak ke arah Fahmi. Elisa menghela nafas panjang seolah mempersiapkan diri dan mengurangi rasa tegang. Lalu ia kembali berkata “Karena sebenarnya orang yang aku cintai ada disini, di sebelahku.”
“Apa maksudmu?” perasaan Fahmi tambah campur aduk.
“Ya, orangnya adalah kamu,” tambahnya sambil tersenyum.
“Sebenarnya aku juga mencintaimu, tapi…” ucapan Fahmi terpotong oleh perkataan seorang laki-laki yang tiba-tiba datang dari belakang.
“Tapi apa? Karena kau masih menjaga perasaanku? Kau tak ingin menyakitiku? Kau pikir aku tak tahu kalau selama ini kau mencintai Elisa?” kata seorang laki-laki yang tak lain adalah Andi.
“Sudahlah sob. Terima kenyataan. Buktinya Elisa lebih memilihmu. Untuk apa mundur?” tambahnya.
“Tapi…” kata Fahmi bingung.
“Sudahlah aku akan bahagia jika kau bahagia. Aku mohon bahagialah dengan Elisa,” kata Andi dengan wajah sangat bijaksana. Tanpa bicara sepatah kata pun Fahmi memeluk Andi.
Setelah hari itu Fahmi menjalani hari-hari bahagia bersama Elisa. Sedangkan Andi, dia kembali pada cinta pertamanya. Seorang gadis yang sewaktu dahulu diperebutkan oleh kedua laki-laki itu. Seorang gadis bernama Lyla yang masih setia menunggu Andi. Persahabatan antara Fahmi dan Andi tak rusak sedikit pun. Masalah cinta ini tak mampu meretakkan persahabatan mereka.
sumber di sini

0 komentar:

Posting Komentar