“Kau mencintainya?” tanya Fahmi pada Andi, sahabatnya itu.
Gerak-gerik sahabatnya memang tidak salah lagi menunjukkan perasaan yang
spesial pada seorang gadis cantik di kelasnya.
Fahmi penasaran jawaban apa yang akan dilontarkan sahabat terbaiknya.
Dengan tatapan gugup ia menunggu kata-kata yang keluar dari mulut Andi.
Bola matanya berputar-putar. Sesekali ia merasa sulit bernafas. Meskipun
ia tahu jawaban apa yang akan ia dengar, namun ia sangat mengharapkan
kata “tidak” keluar dari mulut Andi sebagai jawabannya. Jelas Fahmi
berharap seperti itu, karena ia mencintai gadis yang dimaksud.
“Iya,” jawab Andi.
Satu kata yang merupakan jawaban yang sangat tidak diinginkan. Namun
Fahmi berusaha menyembunyikan semua perasaannya. Bagaimana mungkin ia
harus bersaing dengan sahabat baiknya untuk yang kedua kalinya.
Dahulu memang mereka sempat bersaing secara tidak sengaja. Hal ini
dikarenakan mereka tidak saling terbuka satu sama lain tentang masalah
cewek. Dan Fahmi memang sosok laki-laki yang pandai menyembunyikan
perasaan. Fahmi tidak tahu bahwa gadis yang dicintai Andi adalah gadis
pujaannya. Dan gadis itu lebih memilih Andi. Fahmi berusaha membunuh
semua perasaan pada gadis itu. Itu memang sangat menyakitkan, namun bagi
Fahmi apapun yang membuat sahabatnya bahagia, maka ia ikut bahagia.
Setelah Andi tahu semuanya, ia tidak tega melihat keadaan ini. Andi
memilih mundur. Andi lebih mempertahankan persahabatannya dengan Fahmi.
Saat ini Fahmi tak ingin hal itu terjadi lagi. Ia hanya diam. Otaknya
terus berfikir. Bagaimana ini bisa terjadi? Kenapa selalu gadis yang
sama? Fahmi merasa lebih baik ia mundur dari pada ia harus menerima
kenyataan gadis itu lebih memilih Andi. Fahmi sadar Andi jauh lebih
keren dan memiliki banyak penggemar di sekolah dari berbagai angkatan.
Dan lebih baik ia cepat-cepat mundur sebelum Andi tahu perasaannya pada
gadis itu. Fahmi tidak mau Andi meninggalkan seorang gadis lagi
karenanya.
“Memangnya kenapa?” tanya Andi. Fahmi tidak menjawab. “Oiya katanya
kau juga lagi jatuh cinta? Siapa gadis itu?” tanya Andi lagi dan
berhasil membangunkan Fahmi dari lamunannya.
Fahmi terbelalak. Ia bingung harus menjawab apa. Tak bisa terbayangkan
apa yang terjadi jika Andi tahu bahwa ia mencintai gadis yang sama. “Oh,
tidak. Aku hanya bercanda tentang hal itu. Aku tidak sedang jatuh
cinta,” Fahmi berbohong.
“Hey, tuh dia lewat. Kejarlah cintamu!” kata Fahmi tersenyum palsu menutupi kesedihannya.
“Aku belum siap,” jawab Andi singkat.
“Kalau nunggu siap memang kapan siapnya? Sudahlah sana. Lebih cepat
lebih baik. Ayolah nanti keburu diambil orang loh,” kata Fahmi memberi
semangat kepada Andi. Dan ia masih bersembunyi dibalik senyum palsu.
Fahmi masih duduk di bangku taman sekolah, sedangkan Andi berjalan
menuju gadis itu. Rasanya sakit ketika ia melihat punggung laki-laki itu
menjauhinya dan mendekati gadis yang ia cintai. Namun rasanya lebih
sakit jika ia membiarkan Andi meninggalkan gadis itu karenanya.
Dari tempat duduknya yang ia tempati sekarang, Fahmi masih dapat
melihat Andi dan gadis itu berbincang-bincang. Namun tentu saja tidak
dapat mendengar apa yang mereka bincangkan.
Tak sampai 5 menit Andi kembali ke tempat semula mendekati Fahmi. Fahmi
bingung apa yang sebenarnya terjadi. Apa yang gadis itu katakan pada
Andi?
“Kenapa sob?” tanya Fahmi.
“Aku ditolak,” jawab Andi dengan murung. Tak ada sedikit pun senyuman
yang terbentuk dari bibirnya. Lalu ia duduk di sebelah Fahmi. Ia
mendesah dan menarik nafas panjang. Tapi ia sadar inilah resiko jatuh
cinta.
Di sisi lain Fahmi masih merasa bingung. Tidak mungkin ada gadis yang
menolak Andi. Sebagian besar wanita di sekolah ini mungkin sangat
mengharapkan Andi. Pasti Andi bercanda. “Kamu bercanda ya?” Fahmi
melontarkan pertanyaan yang ada benaknya.
“Hey, kau bisa lihat wajahku kan? Apa tampang seperti ini menunjukkan
aku sedang bercanda?” Andi menatap Fahmi dengan telunjuk menunjuk
wajahnya sendiri.
“Ya mungkin saja. Bisa saja kau ini lagi akting. Mana mungkin ada cewek yang menolakmu.”
“Sudahlah, terserah kau percaya atau tidak. Aku sedang tidak ingin bercanda. Aku ke kelas dulu.”
Sepertinya Andi sungguh-sungguh dengan kata-katanya. Tapi ini
benar-benar aneh. Tak ada cara lain Fahmi harus mendekati gadis itu yang
masih duduk 5 meter ke arah utara dari tempat duduknya. Tidak, bukan
untuk menyatakan cinta. Melainkan hanya ingin menanyakan kebenaran yang
terjadi.
Hanya beberapa langkah Fahmi mendekati gadis itu dan segera duduk di
sampingnya. Gadis itu menyambutnya dengan senyuman yang teramat manis
dan mampu meluluhkan hati Fahmi. Fahmi merasa sangat gugup. Ia bisa
merasakan debaran jantung yang dua kali lebih cepat dari biasanya. Dan
ia bisa merasakan bahwa ia sulit bernafas.
“Hai Elisa,” sapa Fahmi datar.
“Hai Fahmi, ada apa?” Elisa membalas ramah.
Fahmi mulai salting. Ia bingung kalimat apa yang pantas untuk mengawali
percakapan dengan gadis pujaannya. Senyuman itu masih menghiasi wajah
Elisa. Senyuman manis yang mampu membuat suasana lebih indah. Dan inilah
hal terbesar yang membuat Fahmi merasa sangat gugup.
“Apa yang Andi bicarakan denganmu tadi?” tanya Fahmi membuka percakapan dengan sangat gugup.
“Sepertinya kau sudah tahu,” jawab Elisa tanpa melupakan senyumannya.
“Lalu mengapa engkau menolaknya?” tanya Fahmi heran. Inilah pertanyaan yang sangat ingin ia tanyakan.
“Untuk apa aku menerimanya sedangkan hatiku tidak kepadanya?” Elisa
begitu santai menjawab pertanyaan Fahmi. Tanpa menoleh ke arah Fahmi ia
berkata lagi “Bukankah cinta memang tidak bisa dipaksakan? Dan jika itu
terjadi maka akan menyakitkan orang yang mencintai kita.”
“Tapi kenapa kau tidak mencintai Andi? Dia itu idola di sekolah.” Fahmi
masih heran. Entah perasaan apa yang kini ia rasakan. Antara senang dan
bingung. Senang karena dia masih memiliki kesempatan untuk mendapatkan
Elisa. Tapi walau bagaimana pun ia tak ingin melihat sahabatnya sedih.
Terlebih lagi karenanya.
“Idola di sekolah bukan berarti dia tidak mungkin ditolak, idola di
sekolah juga belum tentu idola di hatiku,” Elisa tersenyum dan menoleh
sejenak ke arah Fahmi. Elisa menghela nafas panjang seolah mempersiapkan
diri dan mengurangi rasa tegang. Lalu ia kembali berkata “Karena
sebenarnya orang yang aku cintai ada disini, di sebelahku.”
“Apa maksudmu?” perasaan Fahmi tambah campur aduk.
“Ya, orangnya adalah kamu,” tambahnya sambil tersenyum.
“Sebenarnya aku juga mencintaimu, tapi…” ucapan Fahmi terpotong oleh
perkataan seorang laki-laki yang tiba-tiba datang dari belakang.
“Tapi apa? Karena kau masih menjaga perasaanku? Kau tak ingin
menyakitiku? Kau pikir aku tak tahu kalau selama ini kau mencintai
Elisa?” kata seorang laki-laki yang tak lain adalah Andi.
“Sudahlah sob. Terima kenyataan. Buktinya Elisa lebih memilihmu. Untuk apa mundur?” tambahnya.
“Tapi…” kata Fahmi bingung.
“Sudahlah aku akan bahagia jika kau bahagia. Aku mohon bahagialah dengan
Elisa,” kata Andi dengan wajah sangat bijaksana. Tanpa bicara sepatah
kata pun Fahmi memeluk Andi.
Setelah hari itu Fahmi menjalani hari-hari bahagia bersama Elisa.
Sedangkan Andi, dia kembali pada cinta pertamanya. Seorang gadis yang
sewaktu dahulu diperebutkan oleh kedua laki-laki itu. Seorang gadis
bernama Lyla yang masih setia menunggu Andi. Persahabatan antara Fahmi
dan Andi tak rusak sedikit pun. Masalah cinta ini tak mampu meretakkan
persahabatan mereka.
sumber di sini
0 komentar:
Posting Komentar